Kamis, 14 Maret
Mungkin gue agak mengerti
alasan Sang Cici Tua memilih untuk single. Gue berpikir, mungkin
alasan dirinya memilih untuk tidak dulu mencari seorang pasangan
adalah dia sudah terlalu mapan, jadinya ya.. dia gak terlalu butuh
yang namanya seorang pria. Namun, di sisi lain ini argumen gue untuk
dia. Semenjak ayahnya meninggal, gue rasa pun dia sangat butuh kasih
sayang seorang ayah sebagaimana ia pernah dapat dulu, pun argumen gue
semakin kuat ketika gue akan berkata bahwa dia membutuhkan kasih
sayang seorang pria yang juga memiliki kasih sayang seorang ayah, dan
selama ini dia belum menemukan kasih sayang ayah yang dimiliki oleh
pria-pria yang ia temui dalam hidupnya.
Beda dengan gue, alasan
karena gue memilih single karena gue menyukai kesendirian dan
kehampaan. Itu SEMUA menginspirasi gue untuk berkarya, baik musik,
maupun puisi. Gue menyukai kesendirian dan kehampaan ini, karena
disisi lain gue merasa tertekan sekaligus terkadang bangga akan diri
gue, seakan gue berteriak “AKU MAKHLUK PALING SENDIRI DI DUNIA INI!
DAN AKU BANGGA.”
Orang -orang tidak bisa
membaca pikiran orang lain, itu adalah BETUL, BENAR. Tapi, kan mereka
bisa baca dari gerak tubuh orang lain / body language. Tapi,
bagaimana dengan gue, orang-orang bisa salah persepsi tentang semua
body language gue. Karena memang gue ini poker face dan poker body.
Gue gak pernah berpikiran sekalipun ketika gue terdiam merenung, gue
akan bergerak seolah-olah gue bosan boring. Ada kalanya gue bertindak
seperti orang yang kesurupan dan ada kalanya gue bertindak seperti
rumput yang tumbuh di pekarangan , bergerak jika hanya ada angin.
Bisa dibilang pun gue
memiliki dua kepribadian yang sangat berbeda, bak kutub utara dan
selatan.
Alasan lain gue suka dengan
status gue ini adalah, gue menyukai sesuatu yang berbau keheningan,
kesendirian, dan alam. Gue selalu terhenti pada jalan-jalan gue
ketika gue melewati sebuah padang rumput besar, dengan awan yang
berkumpul jadi satu balon besar di atas, sementara matahari tidak
bersinar dengan begitu teriknya. Gue selalu, terhenyak oleh suasana
ketika gue melihat sebuah air terjun besar, dan kejatuhannya dari
ketinggian, air-air yang mengikuti alirannya, atau terkadang gue blok
disana-sini.
Terkadang gue sadar betul
dan tahu, mungkin gue akan seperti dia. Sang Cici Tua, gue akan
eksplor dunia gue sendiri, mencari kemapanan dalam hidup dan menjadi
Tua tanpa pasangan hidup.
Gue sekali lagi merasa, ini
adalah tantangan yang sangat berarti.
Kadang pun gue merasa,
ketika gue hampir lulus kuliah, dan sebentar lagi pergi meninggalkan
dunia Sekolah Tinggi. Pergi berlayar ke dunia kerja sampai mapan. Di
sela-sela itu menikah dan punya anak. SUNGGUH MEMBOSANKAN! Menjalani
lagi hidup gue sama seperti bokap ketemu nyokap – bokap nikah sama
nyokap – punya anak seperti gue. Dan hidup selalu cycling seperti
itu.
Hmph! Lagi-lagi gue harus
seperti itu. Hidup ini terlalu membosankan ketika lu tidak bisa
mencari jalan indah nan kilau yang lu temui dalam eksplorasi lu di
dunia ini. Justru apa yang lu hadapi kebanyakan adalah tembok-tembok
besar tak berujung, tongkat-tongkat tinggi tak lancip. Entah kemana
perginya, lu selalu mengikuti arus kehidupan, selalu mengikuti cycle
yang berjalan. Kenapa gak sekalipun lu ngubah arus lu, lawan arus dan
lihat hasilnya. Dan itu yang akan gue lakukan.
PASTI gue akan seperti Sang
Cici Tua. Tapi, dengan begitu gue punya kepuasan tersendiri dalam
kesendirian ini.
Manusia takkan puas sebelum
menyadari bahwa kesadaran akan 'puas' itu sendiri ada dalam
kesederhanaannya menjalani, mengeksplor dan beradaptasi dengan
lingkungan baru yang selalu kita datangkan dan kita lewati.
No comments:
Post a Comment